Thursday 16 July 2009

Bakat kita untuk bumi.....


Hari sabtu lalu tanggal 11 Juli 2009 adalah hari yang paling di tunggu-tunggu oleh Komisi remaja Klasis Jakarta Barat-Gereja Kristen Indonesia (KRKJB-GKI). Green Festival merupakan satu-satunya 'big event' bagi KRKJB-GKI pada tahun pelayanan 2008-2009. 'Back To the Nature, To the Future' adalah tema yang diangkat oleh panitia. Tujuan KRKJB-GKI membuat acara tersebut adalah mengajak dan memberdayakan seluruh remaja GKI yang berada dalam lingkup Klasis Jakarta Barat untuk peduli terhadap bumi kita tercinta ini. Dalam acara ini kami mengadakan beberapa lomba diantaranya lomba musik akustik dengan lagu-lagu yang bertemakan lingkungan, lomba membuat tong sampah dari bahan-bahan atau barang-barang bekas dan membuat desain poster dalam bentuk JPEG dengan tema lingkungan tentunya. Selain tujuan tersebut, tujuan lainnya yaitu untuk menjalin kebersamaan antar remaja jemaat GKI.
Dari acara tersebut dapat dilihat bahwa setiap remaja mempunyai kemampuan untuk berkreatifitas, hal ini dilihat dari bagaimana para peserta lomba musik akustik mengaransemen lagu-lagu, yang awalnya mungkin membosankan menjadi lagu yang indah dan harmonis. Ditambah lagi para peserta lomba membuat tong sampah, bisa memberdayakan barang-barang bekas yang sebelumnya mungkin sudah menjadi sampah disulap menjadi sebuah tempat sampah yang menarik, unik, cantik dan tentunya berguna seperti layaknya tempat-tempat sampah yang di jual di pasaran. Dan yang terakhir bisa membuat desain poster dalam bentuk JPEG, dengan menyertakan gambar-gambar yang unik disertai pengangkatan tema yang mengajak kita untuk lebih mencintai lingkungan kita.

Lihat, betapa kreatifnya mereka semua bukan? Bukan hanya mereka, tetapi saya yakin setiap diri kita juga mempunyai potensi, mungkin potensi kita berbeda dengan mereka, tidak masalah! karena setiap manusia mempunyai potensinya masing-masing. Itulah kelebihan sekaligus keunikan manusia. Tetapi yang berbeda dengan mereka adalah, mereka mau berkontribusi untuk bumi kita ini dengan menyalurkan bakat-bakat dan potensi yang mereka miliki. Bagaimana dengan kita? Bersedia tidak kita memberikan kontribusi pada bumi ini dengan bakat-bakat dan potensi yang kita miliki?
Bukan berarti kita tidak boleh menyalurkan bakat-bakat dan potensi kita pada wadah lain, tetapi alangkah indahnya jika kita membagikan sebagian potensi dan bakat yang kita miliki untuk bumi kita ini. Ikut dalam memlihara dan menjaga bumi, walaupun hanya dengan hal-hal kecil juga sudah berkontribusi pada tempat dimana kita berpijak saat ini. Jadi, ayo kita salurkan bakat-bakat yang berpotensi dalam diri kita untuk merawat dan menjaga kelestarian bumi, bumi yang indah, bersih, sejuk juga kitalah yang menikmatinya.

Cat and Dog Theology


Mungkin sebagian dari teman-teman cerita tersebut sudah tidak asing lagi. Tapi bagi yang belum pernah mendengarnya, semoga apa yang saya tulis dapat bermanfaat bagi kalian semua.

Tentu kita semua sudah pernah melihat kucing dan anjing, bahkan banyak diantara kita menjadikannya sebagai hewan peliharaan. Kalau ditanya apa perbedaannya? Ya, itu hanya pertanyaan konyol yang tidak perlu dijawab, sudah jelas mereka adalah dua hewan yang sangat berbeda.
Dalam konteks tertentu, anjing adalah binatang yang aktif. Kasih sayang, kehangatan yang diberikan oleh sang tuan, tidak hanya diterimanya begitu saja, dia juga memberikan pembalasan yang baik atas apa yang telah diberikan oleh tuannya. Maka kita tidak heran jika anjing menjadi salah satu hewan perliharaan yang favorit. Menjaga rumah, sebagai alat pelacak adalah tugas dia sebagai tanda balas jasa kepada tuannya. Sedangkan kucing adalah hewan yang manja, yang hanya bisa menerima saja dan pembangkang juga, yang seolah-olah dia adalah tuan atas tuannya.

Kedua hewan tersebut dapat dianalogikan dalam kehidupan kita sebagai manusia dan menjadi bahan refleksi bagi kita.
Dog: " they love me, they pet me, they shelter me ,oh.. They are God."
Cat : " they love me, they pet me, they shelter me, I must be a God."
Itulah kata-kata yang saya dapat melalui konsep Cat and Dog Theology.

Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari kedua hewan tersebut:
- Dalam hal kerajaan Sorga. Matius 13:44 " Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu"
Jika kedua hewan tersebut ditanya, mengapa mau masuk surga?
Dog: "mau masuk sorga karena saya cinta pada Tuhan"
Cat : "mau masuk sorga karena tidak mau masuk neraka"
- Dalam hal saat teduh:
Dog: "melalui ayat ini, apa yang Tuhan mau dari Saya agar nama-Nya dipermuliakan"
Cat : "melalui ayat ini, apa ya, yang bisa saya dapat dari Tuhan supaya saya puas"
- Dog: fokus dan bersyukur atas segala sesuatu atas penyertaan Tuhan
Cat : Tuhan, ini mau ku, ini keinginanku..

Dari ke tiga hal diatas, manakah yang mencerminkan diri kita? Cat atau Dog.
Sering kali kita sebagai manusia kita bertingkah seperti seekor kucing, yang hanya mau dimanja. Tuhan menciptakan saya, mengasihi saya, memberkati saya, memberikan yang terbaik buat saya karena itu memang tugasnya Dia. Pantaskah kita bersikap seperti itu? Pantas atau tidak pantas, tidak jarang kita telah melakukannya. Kita telah menyakiti hati Tuhan.
Memang Tuhan menginginkan umatNya bahagia, sampai-sampai Ia rela mengaruniakan AnakNya Tuhan Yesus untuk mati di kayu salib demi keselamatan kita, tapi itu semua dilakukannya bukan semata-mata kewajiban-Nya, tetapi cinta kasih yang sangat besar sehingga Dia rela melakukannya untuk kita semua. Mari kita sama-sama belajar dari sifat anjing, Tuhan memelihara saya, memberkati saya, memberikan yang terbaik buat saya karena Dia adalah Tuhan yang mencintai dan mengasihi saya. Sudah sepatutnya kita juga mengasihi Tuhan.
Bukankah hukum yang terutama adalah Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
GBU

Knowing...


Beberapa waktu lalu, saya dan teman-teman pengurus menyaksikan film Knowing. Setelah nonton, kami melakukan sharing iman tentang apa yang bisa kami pelajari dari film tersebut.

John Koestler melalui anaknya Caleb Koestler dalam sebuah acara sekolah, menemukan sebuah gambar yang bertuliskan deretan angka dimana angka tersebut merupakan symbol-simbol jumlah korban, koordinat, dan tanggal kematian sebuah musibah. Dan diakhir angka tersebut merupakan tanda berakhirnya kehidupan bumi (33= everyone else). Setelah mengetahuinya John mencoba melakukan usaha supaya ‘kiamat’ tersebut tidak melanda bumi, namun hasilnya adalah nihil. Tidak berhenti disitu, dia juga berusaha menyelamatkan diri, tetapi sayangnya yang bisa diselamatkan hanya anak-anak kecil atau yang bisa mendengar suaranya (nya: 4 orang misterius).

Hal ini menggambarkan betapa kuatirnya John akan ‘kiamat’. Hal ini bukan hanya terjadi pada John, tetapi sebagian dari kita juga merasakannya. Kekuatiran dalam arti tertentu adalah hal yang manusiawi, tetapi kekuatiran seperti John adalah kekuatiran yang bukan seharusnya timbul dalam diri kita, selama iman dan perbuatan kita selaras, sesuai apa yang dikendaki-Nya. “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Mat 6:34). Jadi buat apa kita mengkuatirkan hal yang tidak ada gunanya yang hanya menguras tenaga dan pikiran dimana keburukan pada diri sendiri adalah hasilnya, selama kita hidup berada dalam persekutuan dalam Kristus.^_^

Musik dan Nyanyian Gereja (belajar dari HA Van Dop atau Pandopo)

Van Dop adalah pakar musik gereja yang berkarya di Indonesia selama 40 tahun. Selama masa 40 tahun itu bersama dengan rekan-rekannya dari berbagai etnik di Indonesia, ia menciptakan, menggubah, menyair dan menerjemahkan ribuan nyanyian gereja. Ia juga mengajar di STT Jakarta dan mendorong pekerjaan Yayasan Musik Gereja (Yamuger).

Siapa Van Dop? Ia orang yang betul-betul terobsesi pada musik gereja. Seluruh masa kerjanya didedikasikan pada musik gereja di Indonesia. Saya mulai mengenal Van Dop pada tahun 1965 di asrama Hendrik Kraemer Instituut di Leiden. Kamar kami bersebrangan. Tiga kali sehari kami berjalan bersama menuju ruang makan. Tiap kali berjalan saya melihat keunikan Van Dop. Ia berjalan dengan raut wajah dan tubuh bergerak-gerak secara ritmik seolah-olah ia sedang bernyanyi atau menikmati musik. Padahal ia sama sekali tidak bernyanyi dan pada saat itu sama sekali tidak ada musik.

Lalu apakah obsesi Van Dop itu sudah berbuah nyata di Indonesia? Ya dan tidak. Ya, sebab beberapa buku nyanyian gereja yang berbobot sudah terbit. Tidak, sebab masih masih ada banyak kelemahan dalam nyanyian jemaat. Padahal justru bernyanyi dengan baik dan benar merupakan ciri hakiki gereja. Apa perintang yang membuat gereja belum bernyanyi dengan baik dan benar? Van Dop memprihatinkan beberapa hal dalam tulisannya.

Pertama, gereja bernyanyi keliru. Banyak umat (juga pendetanya!) tidak bisa membaca not angka, apalagi not balok. Akibatnya dalam ibadah banyak nyanyian dinyanyikan secara keliru. Karena itu di tiap jemaat perlu ada pemimpin nyanyian (Prokantor) yang mampu mengajar umat bernyanyi. Minimal seminggu di muka Prokantor sudah menerima tema ibadah dan nyanyian-nyanyian yang dipilih sebagai penopang tema ibadah. Lalu minimal 20 menit sebelum ibadah dimulai, dengan dampingan koor (Kantorei), Prokantor mengajar umat menyanyikan nyanyian yang digunakan pada hari itu. Yang diajarkan adalah lagu, tempo, kaitan kata-kata dan saat penarikan nafasnya. Tulis Van Dop, "Sejak zaman Perjanjian Lama lalu dilanjutkan oleh Gereja Perdana dan terus sepanjang sejarah gereja, fungsi Prokantor dan Kantorei merupakan jabatan gerejawi yang penting karena nyanyian gereja memang penting. Jangan keliru, fungsi Prokantor dan Kantorei bukanlah mempertontonkan kebolehan bernyanyi atau mempertunjukkan kemerduan suara dan bukan pula meng-entertain umat, melainkan mengajar dan memandu umat bernyanyi dengan baik dan benar."

Kedua, gereja terlalu banyak bernyanyi. Bernyanyi itu penting sebab hakekat gereja adalah gereja yang bernyanyi. Namun ibadah minggu bukan pesta nyanyi di mana umat bernyanyi sebanyak-banyaknya dan sepuas-puasnya. Dalam ibadah juga cukup satu koor yang bernyanyi maksimal dua lagu. Nyanyian umat dan nyanyian koor mempunyai fungsi mendidik dan menggembalakan. Tulis Van Dop, "Setiap nyanyian berfungsi menyentuh, membangun dan menguatkan. Oleh karena itu kebiasaan buruk untuk memasukkan terlalu banyak nyanyian jemaat dalam tata ibadah perlu ditinjau kembali.... Lebih baik menyanyikan empat lagu yang lengkap dari pada delapan lagu yang dipenggal-penggal."

Ketiga, gereja diteror oleh alat musik. Sebenarnya alat musik apa pun bisa dipakai untuk mengiringi nyanyian ibadah. Namun prinsipnya alat musik dalam ibadah berperan mengiringi nyanyian, bukan menguasai nyanyian. Tolok ukur ibadah adalah khidmat dan tenang. Ketika bernyanyi umat melantunkan kata-kata, bukan meneriakkannya. Sebab itu alat musik yang bising tidak patut untuk ibadah. Peralatan band cocok untuk pertunjukkan atau pesta, namun tidak untuk ibadah. Van Dop mengingatkan bahwa kibor (keyboard, synthesizers) sebenarnya bukan alat musik melainkan funmachine. Tulis Van Dop, "Salah satu unsur dari funmachine yang tabu untuk nyanyian jemaat ialah rhythm box. Mesin itu tidak mungkin ikut bernafas bersama jemaat, tidak mengenal release atau ritenuto dan fermata yang penting untuk bernyanyi dengan wajar. Soalnya ialah bahwa kita menjadi budak yang dipacu oleh mesin itu. Perbudakan itu lebih cocok untuk disco daripada ibadah gereja. Coba perhatikan pada suku kata keberapa jemaat mulai menyanyikan setiap bait, jika organis memakai rhythm box. Tidak ada jarak untuk menarik nafas antara intro dan nyanyian, atau antara bait yang satu dan bait berikutnya."

Bernyanyi kelihatannya gampang, tetapi sebetulnya tidak. Oleh sebab itu kita perlu belajar. Apalagi dengan nyanyian gereja. Jika kita bernyanyi dengan baik dan benar, liriknya mendidik dan menggembalakan kita. Tertulis, " ... dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani ..." (Ef. 5:19). Menurut ayat itu ketika bernyanyi kita "berkata-kata" (Yun. lalountes, laleo = mengucapkan kata-kata secara jelas dan dimengerti; juga berarti: mengajar atau menuntun). Nyanyian gereja berfungsi untuk mengajar dan menuntun kita.

Beruntunglah gereja yang mempunyai orang berkarunia menyanyi dan mengajarkan bernyanyi. Van Dop adalah contohnya. Selama lebih dari 40 tahun saya bergaul dengan Van Dop. Di Jakarta rumah kami juga berdekatan. Saya tahu bahwa siang malam Van Dop hanya menggumuli satu hal yaitu nyanyian gereja. Bagi Van Dop kalbu adalah lagu, nurani adalah nyanyi, sukma adalah irama, tubuh adalah tabuh. Ia makhluk suluk.

Nyanyian gereja penting. Yang lebih penting lagi adalah bisa menyanyikannya. Ambil contoh buku nyanyian NKB. Buku ini berbobot mutu musikologi, mutu teologi, mutu sastra dan sifat ekumenis-historis. Tetapi dari 230 lagunya, ada banyak yang tidak pernah dinyanyikan. Kenapa? Wong pendetanya sendiri enggak bisa! Padahal isi buku begitu bagus. Simak Kristologi di NKB 72 dengan irama Afrika dan lirik Jerman terjemahan Van Dop. Tetapi, sorry, nyanyinya enggak bisa! NKB memang punya dua arti. Resminya: Nyanyikanlah Kidung Baru. Nyatanya: Nyanyilah Kalau Bisa. Kalau bisa ...!

Oleh Andar Ismail
dan Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) banyak mencantumkan nama H.A. Van Dop atau aliasnya yaitu H.A. Pandopo. .


dikutip dari:http: //www.gki-samanhudi.or.id/
content/daftar_renungan.asp?mode=edit&id=5969

Kurangi Kantong Plastik

Saya yakin teman-teman sudah tahu bahwa plastik adalah salah satu sampah yang sangat sulit diuraikan, karena dibutuhkan waktu sekitar 500 tahun agar dapat terdekomposisi dengan
sempurna. Menurut informasi yang saya dapatkan, sekitar 500 juta sampai 1 milyar kantong plastik digunakan penduduk dunia dalam satu tahun. Ini berarti ada sekitar 1 juta kantong plastik per menit. Untuk membuatnya, diperlukan 12 juta barel minyak per tahun, dan 14 juta pohon ditebang. Saya tergolong salah satu orang yang senang sekali jajan, Indomaret, Alfamart,
Super indo merupakan tempat favorit saya. Jujur saja, saya sendiri baru tiga bulan terakhir ini mulai mengurangi pemakaian plastik. Pada saat saya ingin membayar belanjaan saya di kasir,
tidak jarang saya menolak untuk memasukkan belanjaan saya ke dalam kantong plastik, biasanya langsung saya konsumsi atau saya masukan ke dalam tas (jika saya membawa tas) atau masukan kedalam bagasi motor saya. Awalnya saya melakukan ini, karena saya risih sekali jika ada kantong plastik di genggaman saya, apalagi sampai menumpuk di rumah saya. Tapi lama kelamaan saya berpikir yang saya lakukan ini secara tidak langsung juga berguna untuk menjaga dan merawat bumi, karena plastik merupakan salah satu dari penyebab pemanasan global. Terus terang, awalnya memang susah tetapi saya mau komit.
Memang saat ini pemakaian plastik tidak bisa luput dari kehidupan kita, tapi paling
tidak kita bisa mengurangi intensitas pemakaiannya. Saya sendiri pun saat ini masih mengkonsumsi plastik dan tidak jarang juga saya menjadikannya sebagai sampah, tapi marilah saya dan teman-teman sekalian bersama-sama mengambil tekad dan berkomitmen untuk mengurangi pemakaian plastik demi masa depan kita semua. Kita tidak usah malu, atau takut
menerima ejekan dari sekitar kita selama kita berbuat demi kebaikan bersama. Jadi,
kenapa tidak? Bukankah menjaga dan merawat bumi merupakan salah satu tanda
ucapan syukur kita pada Tuhan?