Thursday 21 July 2011

GKI Summer Camp: Faith Hope Love!!

Jika mengingat kata GKI Summer Camp yang terlintas di benak saya adalah “mau lagi dong camp seperti ini!!”. Sesuai dengan salah satu tujuan camp ini adalah membuat anak-anaknya menjadi kecanduan untuk berkomunitas. Ya, itulah yang saya rasakan hingga saat ini dan saya berharap sampai kapanpun ini akan terus tertanam dalam diri saya, hidup berkomunitas! Dan saya juga berharap teman-teman lain juga merasakan hal yang sama.
Tema besar camp tersebut adalah “Faith Hope Love”. Acara-acara yang disuguhkan begitu unik dan menarik yang secara garis besar terdiri dari session, community building, night party, casino night, gala dinner dan outing. Biasanya pada camp-camp lain yang pernah saya ikuti, salah satu acara yang paling membosankan adalah pembawaan sesi yang monoton. Tetapi kali ini sungguh berbeda, sesi-sesi yang dibawakan pada GKI Summer camp sangatlah aplikatif dan interaktif. Setiap sesi pasti ada aktivitasnya yang merupakan aplikasi dari apa yang kami pelajari di sesi. Konten yang disampaikan juga tepat sasaran.
Berbicara mengenai community building, menurut saya ini adalah yang paling unik. Inti dari acara tersebut adalah peserta dan panitia harus kerja bersama. Adapun komponennya terdiri dari doa pagi dan malam, tim bersih-bersih, tim cuci piring, breakfast service, lunch service, dinner service, drama, energizer, dan lights out. Setiap peserta dan panitia harus melakukan tugasnya sesuai pembagian tim yang dipilih oleh peserta sendiri. Contohnya saya berada di tim doa pagi, tugas saya dan tim adalah mempersiapkan seluruh rangkaian acara doa pagi selama camp berlansung, tim bersih-bersih harus membersihkan seperti mengepel, menyapu, dan sebagainya, begitu juga dengan tim yang lainnya. Memang kelihatannya agak tidak mengenakkan di mana kami harus kerja, tetapi dari sinilah menjadi salah satu hal penting dalam pembangunan sebuah komunitas yang saling membangun ini. Kebersamaan pun sangat dirasakan oleh setiap peserta dan panitia.
Menjelang hari terakhir GKI Summer Camp, kami semuanya melakukan outing di Curug. Di sana kami mengadakan sebuah acara yang bertajuk ‘celebrate of love’ yaitu dengan membagikan makanan dan minuman kepada orang-orang yang tidak dikenali yang berkunjung di tempat wisata tersebut. Di sini kami diajarkan untuk saling berbagi kepada setiap orang yang membutuhkan walaupun orang tersebut bukanlah kerabat yang kami kenali.
Mengikuti GKI Summer Camp ini saya merasa sangat diberkati. Selain mendapatkan banyak teman baru, saya juga belajar banyak hal di camp ini, salah satunya adalah memberi atau menolong orang yang membutuhkan walaupun tidak saya kenal. Percaya atau tidak, respon dari orang yang kita berikan sesuatu baik itu ucapan terima kasih darinya atau senyuman yang menjadi tanda bahagia mereka, melihat hal tersebut kita pun ikutan bahagia, ini sudah merupakan sebuah kompensasi bagi kita ketika kita memberi atau menolong orang lain.

Saturday 9 January 2010

Ketradisian Gereja

Beberapa hari yang lalu, saya dengan salah seorang teman saya sempat bercakap-cakap, mengenai 'ketradisian' dalam sebuah gereja. Inti pembicaraan kami yaitu seberapa pentingnya tradisi berperan dalam gereja. Saya tidak akan membahas secara detail perbincangan kami, yang pasti dari perbincangan kami, saya menjadi penasaran sehingga saya bertanya kepada orang yang memang ahli dalam bidang ini.
Ketradisian dalam suatu gereja memang sudah menjadi fenomena yang menimbulkan pro dan kontra, khususnya bagi kaum protestanisme. Ada yang mengatakan bahwa tradisi dalam gereja itu tidak penting, yang paling penting adalah bagaimana hubungan kita (manusia dan gereja) dengan Tuhan dan sesama. Hal ini memank tidak salah, tetapi keliru jika kita menyampingkan tradisi dalam gereja, karena bagaimanapun gereja hidup penuh dengan tradisi. Babtisan, Perjamuan gerejawi, hari-hari raya dan lain-lain merupakan tradisi yang dijalankan oleh gereja. Bahkan dalam alkitab sendiri juga penuh dengan tradisi.
Selain itu ketradisian dalam gereja berfungsi "pengikat" kelanggengan dan pemberi eksistensi. Bagi gereja yang memiliki banyak jemaat (bersinode), tradisi berfungsi sebagai 'pengikat' untuk menjaga kesatuan dan persatuan gereja, misalnya melalui tata gereja, nyanyian ibadah, pandangan teologis dan sebagainya. Setiap gereja pasti mempunyai tradisi masing-masing, ibarat sebuah keluarga yang mempunyai tradisi, jika kita merupakan bagian dari keluarga tersebut sudah seyogianya kita menghargai dan mengikuti tradisi tersebut. Hal ini juga berlaku bagi kita sebagai anggota keluarga gereja kita.

Thursday 15 October 2009

"Chorus Philippines"

greatttttt...I've just watched choir concert presented by "Chorus Philippines".. They were not just sing church songs, but secular songs too. "Rasa Sayange", "Bengawan Solo", "Ondel-Ondel"..it was very funny, fantastic and great... and just let you know, they admitted that "Rasa Sayange" was Indonesia's folk song. And the most surprising me, they also sang Mbah Surip's song-> "Tak Gendong" with a lot of funny choreography, and they had just practiced that song this morning..Lol.. Beside that, they also sang a few of asia cultural songs, like India song, Taiwan, and Philippines too. As we know together, philippines was just hit by flash flood, so that some of chorus members couldn't come to Indonesia, so they were only 16 people could come to Indonesia. Though they were only 16 people however they sound like there were more than 40 people. They were very excited. It was the best choir that I've watched.
And All of the songs was arrangement by Joy T Nilo, one of a great musician from Philippines.

Tuesday 13 October 2009

Kebahagiaan yang Ideal


Kebahagiaan merupakan hal yang dicari-cari oleh setiap manusia dalam menjalani hidup. Setiap orang berusaha dan bekerja keras untuk memperjuangkan hidup agar memperoleh kebahagiaan tersebut. Namun yang menjadi pertanyaan adalah kebahagiaan yang seperti apakah yang kita cari? Materi, karier, jabatan, kekuasaan inilah yang diperebutkan oleh banyak orang sehingga tiap-tiap orang bersaing secara ketat untuk memperoleh jenis-jenis kebahagiaan tersebut. Apakah salah kita mengejar jenis-jenis kebahagian tersebut?


Sokrates, seorang filsuf Yunani pernah bertanya, “ Apa tujuan dalam hidup ini?”. Kemudian Aristoteles mengatakan hidup harus dijalani dengan menghasilkan suatu kebahagiaan yang disebut disebut dengan Eudaimonia sedangkan Epicurus mengatakan hidup harus dijalani dengah menghasilkan suatu kebahagiaan pula, hanya saja kebahagiaan yang dimaksud bersifat Hedonic. Purpose in life, growth, self acceptance, environmental mastery dan positive relation adalah aspek-aspek yang tercakup dalam kebahagiaan Eudaimonia (Psychological well-being). Sedangkan dalam kebahagiaan hedonis terdapat kesenangan/kenikmatan, material sentris dan popularitas. Harus diketahui bahwa hedonism mempunyai ‘Treadmill Effect’.


Lalu yang menjadi pertanyaan yaitu “jenis kebahagiaan mana yang harus kita pilih?”, “kebahagiaan seperti apakah yang paling penting?”. Jawabannya yaitu dua-duanya. Karena kedua jenis kebahagiaan tersebut saling berhubungan, ibarat sebuah logam yang mempunyai dua sisi. Namun yang harus diprioritaskan adalah Eudaimonia. Karena kebahagiaan yang ideal yaitu kita menjalani hidup dengan suatu tujuan yang bermankna, secara psikologis kita dapat bertumbuh dan berkembang, dan dapat membangun relasi yang positif terhadap sesama kita. Materi, popularitas, jabatan, karier juga tidak dapat dihilangkan begitu saja dalam hidup ini, hanya saja fungsinya hanya sebagai alat penunjang kita dalam melengkapi kebahagiaan dan tidak untuk diprioritaskan dalam kehidupan kita.


Lagi pula masa depan tidak ditentukan secara mutlak oleh seberapa banyak harta yang telah kita kumpulkan, setinggi apa jabatan yang kita peroleh melainkan masa depan kita ditentukan kita seberapa berhasilkah kita dalam mencapai tujuan hidup yang bermakna dan menjadi berkat bagi orang lain, seberapa jauh kita sudah menjalin hubungan baik dengan sesama kita, sejauh mana kita sudah bertumbuh dan berkembang menjadi orang yang dewasa secara psikis dan lain sebagainya.
Seperti yang dikatakan oleh Denis Waitley "Happiness cannot be traveled to, owned, earned, worn or consumed. Happiness is the spiritual experience of living every minute with love, grace and gratitude."

Jadi bagaimana dengan kita sekarang, jenis kebahagiaan macam mana yang sedang kita perjuangkan?

Thursday 16 July 2009

Bakat kita untuk bumi.....


Hari sabtu lalu tanggal 11 Juli 2009 adalah hari yang paling di tunggu-tunggu oleh Komisi remaja Klasis Jakarta Barat-Gereja Kristen Indonesia (KRKJB-GKI). Green Festival merupakan satu-satunya 'big event' bagi KRKJB-GKI pada tahun pelayanan 2008-2009. 'Back To the Nature, To the Future' adalah tema yang diangkat oleh panitia. Tujuan KRKJB-GKI membuat acara tersebut adalah mengajak dan memberdayakan seluruh remaja GKI yang berada dalam lingkup Klasis Jakarta Barat untuk peduli terhadap bumi kita tercinta ini. Dalam acara ini kami mengadakan beberapa lomba diantaranya lomba musik akustik dengan lagu-lagu yang bertemakan lingkungan, lomba membuat tong sampah dari bahan-bahan atau barang-barang bekas dan membuat desain poster dalam bentuk JPEG dengan tema lingkungan tentunya. Selain tujuan tersebut, tujuan lainnya yaitu untuk menjalin kebersamaan antar remaja jemaat GKI.
Dari acara tersebut dapat dilihat bahwa setiap remaja mempunyai kemampuan untuk berkreatifitas, hal ini dilihat dari bagaimana para peserta lomba musik akustik mengaransemen lagu-lagu, yang awalnya mungkin membosankan menjadi lagu yang indah dan harmonis. Ditambah lagi para peserta lomba membuat tong sampah, bisa memberdayakan barang-barang bekas yang sebelumnya mungkin sudah menjadi sampah disulap menjadi sebuah tempat sampah yang menarik, unik, cantik dan tentunya berguna seperti layaknya tempat-tempat sampah yang di jual di pasaran. Dan yang terakhir bisa membuat desain poster dalam bentuk JPEG, dengan menyertakan gambar-gambar yang unik disertai pengangkatan tema yang mengajak kita untuk lebih mencintai lingkungan kita.

Lihat, betapa kreatifnya mereka semua bukan? Bukan hanya mereka, tetapi saya yakin setiap diri kita juga mempunyai potensi, mungkin potensi kita berbeda dengan mereka, tidak masalah! karena setiap manusia mempunyai potensinya masing-masing. Itulah kelebihan sekaligus keunikan manusia. Tetapi yang berbeda dengan mereka adalah, mereka mau berkontribusi untuk bumi kita ini dengan menyalurkan bakat-bakat dan potensi yang mereka miliki. Bagaimana dengan kita? Bersedia tidak kita memberikan kontribusi pada bumi ini dengan bakat-bakat dan potensi yang kita miliki?
Bukan berarti kita tidak boleh menyalurkan bakat-bakat dan potensi kita pada wadah lain, tetapi alangkah indahnya jika kita membagikan sebagian potensi dan bakat yang kita miliki untuk bumi kita ini. Ikut dalam memlihara dan menjaga bumi, walaupun hanya dengan hal-hal kecil juga sudah berkontribusi pada tempat dimana kita berpijak saat ini. Jadi, ayo kita salurkan bakat-bakat yang berpotensi dalam diri kita untuk merawat dan menjaga kelestarian bumi, bumi yang indah, bersih, sejuk juga kitalah yang menikmatinya.

Cat and Dog Theology


Mungkin sebagian dari teman-teman cerita tersebut sudah tidak asing lagi. Tapi bagi yang belum pernah mendengarnya, semoga apa yang saya tulis dapat bermanfaat bagi kalian semua.

Tentu kita semua sudah pernah melihat kucing dan anjing, bahkan banyak diantara kita menjadikannya sebagai hewan peliharaan. Kalau ditanya apa perbedaannya? Ya, itu hanya pertanyaan konyol yang tidak perlu dijawab, sudah jelas mereka adalah dua hewan yang sangat berbeda.
Dalam konteks tertentu, anjing adalah binatang yang aktif. Kasih sayang, kehangatan yang diberikan oleh sang tuan, tidak hanya diterimanya begitu saja, dia juga memberikan pembalasan yang baik atas apa yang telah diberikan oleh tuannya. Maka kita tidak heran jika anjing menjadi salah satu hewan perliharaan yang favorit. Menjaga rumah, sebagai alat pelacak adalah tugas dia sebagai tanda balas jasa kepada tuannya. Sedangkan kucing adalah hewan yang manja, yang hanya bisa menerima saja dan pembangkang juga, yang seolah-olah dia adalah tuan atas tuannya.

Kedua hewan tersebut dapat dianalogikan dalam kehidupan kita sebagai manusia dan menjadi bahan refleksi bagi kita.
Dog: " they love me, they pet me, they shelter me ,oh.. They are God."
Cat : " they love me, they pet me, they shelter me, I must be a God."
Itulah kata-kata yang saya dapat melalui konsep Cat and Dog Theology.

Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari kedua hewan tersebut:
- Dalam hal kerajaan Sorga. Matius 13:44 " Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu"
Jika kedua hewan tersebut ditanya, mengapa mau masuk surga?
Dog: "mau masuk sorga karena saya cinta pada Tuhan"
Cat : "mau masuk sorga karena tidak mau masuk neraka"
- Dalam hal saat teduh:
Dog: "melalui ayat ini, apa yang Tuhan mau dari Saya agar nama-Nya dipermuliakan"
Cat : "melalui ayat ini, apa ya, yang bisa saya dapat dari Tuhan supaya saya puas"
- Dog: fokus dan bersyukur atas segala sesuatu atas penyertaan Tuhan
Cat : Tuhan, ini mau ku, ini keinginanku..

Dari ke tiga hal diatas, manakah yang mencerminkan diri kita? Cat atau Dog.
Sering kali kita sebagai manusia kita bertingkah seperti seekor kucing, yang hanya mau dimanja. Tuhan menciptakan saya, mengasihi saya, memberkati saya, memberikan yang terbaik buat saya karena itu memang tugasnya Dia. Pantaskah kita bersikap seperti itu? Pantas atau tidak pantas, tidak jarang kita telah melakukannya. Kita telah menyakiti hati Tuhan.
Memang Tuhan menginginkan umatNya bahagia, sampai-sampai Ia rela mengaruniakan AnakNya Tuhan Yesus untuk mati di kayu salib demi keselamatan kita, tapi itu semua dilakukannya bukan semata-mata kewajiban-Nya, tetapi cinta kasih yang sangat besar sehingga Dia rela melakukannya untuk kita semua. Mari kita sama-sama belajar dari sifat anjing, Tuhan memelihara saya, memberkati saya, memberikan yang terbaik buat saya karena Dia adalah Tuhan yang mencintai dan mengasihi saya. Sudah sepatutnya kita juga mengasihi Tuhan.
Bukankah hukum yang terutama adalah Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
GBU

Knowing...


Beberapa waktu lalu, saya dan teman-teman pengurus menyaksikan film Knowing. Setelah nonton, kami melakukan sharing iman tentang apa yang bisa kami pelajari dari film tersebut.

John Koestler melalui anaknya Caleb Koestler dalam sebuah acara sekolah, menemukan sebuah gambar yang bertuliskan deretan angka dimana angka tersebut merupakan symbol-simbol jumlah korban, koordinat, dan tanggal kematian sebuah musibah. Dan diakhir angka tersebut merupakan tanda berakhirnya kehidupan bumi (33= everyone else). Setelah mengetahuinya John mencoba melakukan usaha supaya ‘kiamat’ tersebut tidak melanda bumi, namun hasilnya adalah nihil. Tidak berhenti disitu, dia juga berusaha menyelamatkan diri, tetapi sayangnya yang bisa diselamatkan hanya anak-anak kecil atau yang bisa mendengar suaranya (nya: 4 orang misterius).

Hal ini menggambarkan betapa kuatirnya John akan ‘kiamat’. Hal ini bukan hanya terjadi pada John, tetapi sebagian dari kita juga merasakannya. Kekuatiran dalam arti tertentu adalah hal yang manusiawi, tetapi kekuatiran seperti John adalah kekuatiran yang bukan seharusnya timbul dalam diri kita, selama iman dan perbuatan kita selaras, sesuai apa yang dikendaki-Nya. “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Mat 6:34). Jadi buat apa kita mengkuatirkan hal yang tidak ada gunanya yang hanya menguras tenaga dan pikiran dimana keburukan pada diri sendiri adalah hasilnya, selama kita hidup berada dalam persekutuan dalam Kristus.^_^