Thursday 16 July 2009

Musik dan Nyanyian Gereja (belajar dari HA Van Dop atau Pandopo)

Van Dop adalah pakar musik gereja yang berkarya di Indonesia selama 40 tahun. Selama masa 40 tahun itu bersama dengan rekan-rekannya dari berbagai etnik di Indonesia, ia menciptakan, menggubah, menyair dan menerjemahkan ribuan nyanyian gereja. Ia juga mengajar di STT Jakarta dan mendorong pekerjaan Yayasan Musik Gereja (Yamuger).

Siapa Van Dop? Ia orang yang betul-betul terobsesi pada musik gereja. Seluruh masa kerjanya didedikasikan pada musik gereja di Indonesia. Saya mulai mengenal Van Dop pada tahun 1965 di asrama Hendrik Kraemer Instituut di Leiden. Kamar kami bersebrangan. Tiga kali sehari kami berjalan bersama menuju ruang makan. Tiap kali berjalan saya melihat keunikan Van Dop. Ia berjalan dengan raut wajah dan tubuh bergerak-gerak secara ritmik seolah-olah ia sedang bernyanyi atau menikmati musik. Padahal ia sama sekali tidak bernyanyi dan pada saat itu sama sekali tidak ada musik.

Lalu apakah obsesi Van Dop itu sudah berbuah nyata di Indonesia? Ya dan tidak. Ya, sebab beberapa buku nyanyian gereja yang berbobot sudah terbit. Tidak, sebab masih masih ada banyak kelemahan dalam nyanyian jemaat. Padahal justru bernyanyi dengan baik dan benar merupakan ciri hakiki gereja. Apa perintang yang membuat gereja belum bernyanyi dengan baik dan benar? Van Dop memprihatinkan beberapa hal dalam tulisannya.

Pertama, gereja bernyanyi keliru. Banyak umat (juga pendetanya!) tidak bisa membaca not angka, apalagi not balok. Akibatnya dalam ibadah banyak nyanyian dinyanyikan secara keliru. Karena itu di tiap jemaat perlu ada pemimpin nyanyian (Prokantor) yang mampu mengajar umat bernyanyi. Minimal seminggu di muka Prokantor sudah menerima tema ibadah dan nyanyian-nyanyian yang dipilih sebagai penopang tema ibadah. Lalu minimal 20 menit sebelum ibadah dimulai, dengan dampingan koor (Kantorei), Prokantor mengajar umat menyanyikan nyanyian yang digunakan pada hari itu. Yang diajarkan adalah lagu, tempo, kaitan kata-kata dan saat penarikan nafasnya. Tulis Van Dop, "Sejak zaman Perjanjian Lama lalu dilanjutkan oleh Gereja Perdana dan terus sepanjang sejarah gereja, fungsi Prokantor dan Kantorei merupakan jabatan gerejawi yang penting karena nyanyian gereja memang penting. Jangan keliru, fungsi Prokantor dan Kantorei bukanlah mempertontonkan kebolehan bernyanyi atau mempertunjukkan kemerduan suara dan bukan pula meng-entertain umat, melainkan mengajar dan memandu umat bernyanyi dengan baik dan benar."

Kedua, gereja terlalu banyak bernyanyi. Bernyanyi itu penting sebab hakekat gereja adalah gereja yang bernyanyi. Namun ibadah minggu bukan pesta nyanyi di mana umat bernyanyi sebanyak-banyaknya dan sepuas-puasnya. Dalam ibadah juga cukup satu koor yang bernyanyi maksimal dua lagu. Nyanyian umat dan nyanyian koor mempunyai fungsi mendidik dan menggembalakan. Tulis Van Dop, "Setiap nyanyian berfungsi menyentuh, membangun dan menguatkan. Oleh karena itu kebiasaan buruk untuk memasukkan terlalu banyak nyanyian jemaat dalam tata ibadah perlu ditinjau kembali.... Lebih baik menyanyikan empat lagu yang lengkap dari pada delapan lagu yang dipenggal-penggal."

Ketiga, gereja diteror oleh alat musik. Sebenarnya alat musik apa pun bisa dipakai untuk mengiringi nyanyian ibadah. Namun prinsipnya alat musik dalam ibadah berperan mengiringi nyanyian, bukan menguasai nyanyian. Tolok ukur ibadah adalah khidmat dan tenang. Ketika bernyanyi umat melantunkan kata-kata, bukan meneriakkannya. Sebab itu alat musik yang bising tidak patut untuk ibadah. Peralatan band cocok untuk pertunjukkan atau pesta, namun tidak untuk ibadah. Van Dop mengingatkan bahwa kibor (keyboard, synthesizers) sebenarnya bukan alat musik melainkan funmachine. Tulis Van Dop, "Salah satu unsur dari funmachine yang tabu untuk nyanyian jemaat ialah rhythm box. Mesin itu tidak mungkin ikut bernafas bersama jemaat, tidak mengenal release atau ritenuto dan fermata yang penting untuk bernyanyi dengan wajar. Soalnya ialah bahwa kita menjadi budak yang dipacu oleh mesin itu. Perbudakan itu lebih cocok untuk disco daripada ibadah gereja. Coba perhatikan pada suku kata keberapa jemaat mulai menyanyikan setiap bait, jika organis memakai rhythm box. Tidak ada jarak untuk menarik nafas antara intro dan nyanyian, atau antara bait yang satu dan bait berikutnya."

Bernyanyi kelihatannya gampang, tetapi sebetulnya tidak. Oleh sebab itu kita perlu belajar. Apalagi dengan nyanyian gereja. Jika kita bernyanyi dengan baik dan benar, liriknya mendidik dan menggembalakan kita. Tertulis, " ... dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani ..." (Ef. 5:19). Menurut ayat itu ketika bernyanyi kita "berkata-kata" (Yun. lalountes, laleo = mengucapkan kata-kata secara jelas dan dimengerti; juga berarti: mengajar atau menuntun). Nyanyian gereja berfungsi untuk mengajar dan menuntun kita.

Beruntunglah gereja yang mempunyai orang berkarunia menyanyi dan mengajarkan bernyanyi. Van Dop adalah contohnya. Selama lebih dari 40 tahun saya bergaul dengan Van Dop. Di Jakarta rumah kami juga berdekatan. Saya tahu bahwa siang malam Van Dop hanya menggumuli satu hal yaitu nyanyian gereja. Bagi Van Dop kalbu adalah lagu, nurani adalah nyanyi, sukma adalah irama, tubuh adalah tabuh. Ia makhluk suluk.

Nyanyian gereja penting. Yang lebih penting lagi adalah bisa menyanyikannya. Ambil contoh buku nyanyian NKB. Buku ini berbobot mutu musikologi, mutu teologi, mutu sastra dan sifat ekumenis-historis. Tetapi dari 230 lagunya, ada banyak yang tidak pernah dinyanyikan. Kenapa? Wong pendetanya sendiri enggak bisa! Padahal isi buku begitu bagus. Simak Kristologi di NKB 72 dengan irama Afrika dan lirik Jerman terjemahan Van Dop. Tetapi, sorry, nyanyinya enggak bisa! NKB memang punya dua arti. Resminya: Nyanyikanlah Kidung Baru. Nyatanya: Nyanyilah Kalau Bisa. Kalau bisa ...!

Oleh Andar Ismail
dan Nyanyikanlah Kidung Baru (NKB) banyak mencantumkan nama H.A. Van Dop atau aliasnya yaitu H.A. Pandopo. .


dikutip dari:http: //www.gki-samanhudi.or.id/
content/daftar_renungan.asp?mode=edit&id=5969

No comments:

Post a Comment